Mengajarkan Masa Depan
TERSIRAT kekhawatiran yang serius dalam pernyataan Clayton M Christensen, profesor Harvard Business School, Harvard University, saat berbicara dalam salah satu sesi panel di Salesforce.org 5th Annual Higher Ed Summit di University of Texas System, Austin, Te xas, AS, April 2017. Sebelum nya, Christensen—yang di kenal sebagai pencetus teori Disruptive Innovation yang di anggap sebagai ‘ide bisnis paling berpengaruh di abad ke-21—menyatakan bahwa separuh dari 4.000 college dan universitas di AS akan bangkrut 10–15 tahun ke depan.
Dalam sesi panel itu, Christensen bahkan menegaskan kebangkrutan akan terjadi kurang dari satu dekade. Penye bab kebangkrutan ialah tumbuhnya perkuliahan daring yang semakin efektif dan efisien dalam segi biaya. Jika dibandingkan dengan proses perkuliahan yang dilakukan kebanyakan universitas dan college tradisional, perkuliahan daring akan tumbuh dengan biaya yang semakin murah bagi kebanyakan orang.
Pernyataan Christensen tampak sejalan dengan data jumlah pengguna internet di dunia yang mencapai 3.885.567.619 di Juni 2017 (Internet World Stats: 2107). Dengan berkembangnya jumlah pengguna internet, perkuliahan daring semakin berpeluang berkembang dan mampu menekan biaya yang dibutuhkan untuk memberikan layanan. Mimpi akan pendidikan berkualitas yang sebelumnya hanya bisa diakses oleh mereka yang kuat secara ekonomi—karena biasanya pendidikan/sekolah berkualitas berbiaya mahal— di perkirakan akan bisa juga di dapatkan banyak orang dengan biaya yang lebih murah.
College dan universitas yang hanya menyajikan layanan pen didikan bagi segmen masya rakat kelas atas dan dianggap menguntungkan, sementara pada saat bersamaan melupakan segmen masyarakat di bawahnya bisa diserobot oleh para pengembang layanan pendidikan daring. Terlebih jika mereka—Chistensen menyebutnya dengan istilah incumbents—terlalu malas untuk melakukan inovasi secara terus-menerus. Kiamat bagi lembaga-lembaga pendidikan semacam ini kian mendekat.
Pada tingkat pendidikan yang lebih rendah, lembaga pendidikan dengan proses belajar yang tradisional kurang lebih mendapatkan tantangan yang sama. Perkembangan teknologi, terutama maraknya penggunaan jaringan internet di masyarakat, mendorong munculnya berbagai aplikasi pembelajaran yang pada titik tertentu lebih menarik jika dibanding proses belajar tradisional.
Semakin marak dan mudahnya akses internet juga mengubah cara, strategi, gaya dan budaya belajar siswa. Mungkin terlalu cepat untuk menyimpulkan bahwa sekolah akan segera digantikan oleh aplikasi pembelajaran daring, tetapi jika fenomena perkembangan teknologi informasi dan komunikasi tidak direspons dengan serius, ramalan Christensen juga akan berlaku di sini.
Kids zaman now
Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yang masif ialah bagian dari fenomena menarik tentang generasi kids zaman now. Sebuah istilah yang berkembang di lini masa warganet untuk menjelaskan berbagai fenomena ide, tabiat, dan perilaku anak-anak di masa kini yang berbeda dengan generasi mereka sebelumnya.
Beberapa sumber menyatakan, istilah ini konon muncul dari akun palsu Seto Mulyadi— akrab dipanggil Kak Seto—di media sosial beberapa waktu lalu. Beberapa pendapat warga net menyatakan salah satu ciri yang paling menonjol dari generasi kids zaman nowialah keakraban mereka dengan perkembangan teknologi yang ditandai dengan penggunaan gawai secara ekstensif, kebutuhan pengakuan dan eksistensi di dunia maya dan ketergantungan tinggi akan koneksi internet.
Menurut data Internet World Stats, diperkirakan lebih dari 1,9 miliar orang menggunakan internet di kawasan Asia. Sementara angka pengguna internet di RI sebanyak 132,7 juta orang atau 50,4% dari total populasi. Dari angka itu, diperkirakan 24,4 juta orang atau 18,4% adalah pengguna internet yang berada di golongan usia 10-24 tahun. Mahasiswa pengguna internet berjumlah 10,3 juta orang atau 7,8%, sedangkan pelajar yang menggunakan internet berjumlah 8,3 juta orang atau 6,3% dari total pengguna internet nasional (Survei Asosiasi Penyelengara Jasa Internet Indonesia: 2016).
Menimbang data itu, segmen pelajar dan mahasiswa yang kebanyakan generasi kids zaman now berada, adalah lahan yang cukup besar untuk dijadikan pengembangan layanan pendidikan daring. Ketertarikan—untuk tidak disebut ke tergantungan—generasi ini terhadap teknologi juga mengimbas pada respons dan perilaku mereka dalam proses pembelajaran. Diperlukan pendekatan dan strategi khusus untuk menjamin proses pembelajaran yang efektif bagi mereka.
Beberapa inovasi pendidikan bisa ditimbang sebagai respons terhadap fenomena perkembangan teknologi informasi dan fenomena generasi kids zaman now. Pertama, berkaitan dengan teknologi. Penerapan dan penggunaan teknologi dalam proses belajar memberikan keuntungan yang besar bagi upaya pengembangan pendidikan. Pengunaan teknologi dalam proses belajar adalah sesuatu yang menyenangkan.
Teknologi yang digemari generasi kids zaman now, seperti penggunaan telepon genggam, tablet, atau laptop berikut koneksi internet, dapat dimanfaatkan sebagai bagian dari kegiatan pembelajaran. Pencari an bahan ajar sebagai materi diskusi atau pemanfaatan berbagai video pembelajaran yang tersedia gratis di berbagai situs-situs pendidikan seperti Khan Academy, Amazon Education, Ruangguru, Wikipedia, dan lainnya dapat membantu guru menyelenggarakan proses belajar yang lebih menarik.
Teknologi tidak dianggap sebagai ancaman atau hambatan dalam proses belajar. Memberi makna positif pada berbagai gawai yang sudah menja di bagian gaya hidup akan mendekatkan proses belajar sebagai aktivitas yang wajar dan menyenangkan.
Kedua, keterampilan untuk menggunakan teknologi itu sendiri. Memberi nilai tambah pada teknologi dalam proses pembelajaran mensyaratkan pengguasaan dan keterampilan tertentu terhadap teknologi. Guru dan siswa tidak cukup menjadi pengguna (mengakses), tetapi harus mampu menganalisis, mengevaluasi, dan memproduksi teknologi.
Ketiga, keterlibatan masyarakat. Menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas di era digital ialah kerja tim yang membutuhkan keterlibatan lebih banyak pemangku kepentingan. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang pesat membutuhkan respons cepat dan akurat. Proses pembelajaran mustahil dilakukan hanya saat di sekolah atau di dalam kelas semata. Keterlibatan banyak pihak juga diperlukan untuk mengeliminasi efek negatif dari penggunaan teknologi dalam pembelajaran.
Terakhir dan paling penting berkaitan dengan peningkatan kapasitas guru. Pengembangan diri dan karier guru adalah kunci untuk menghasilkan guru yang bisa merespons perkembangan zaman dan teknologi. Besarnya jumlah pengguna internet di Indonesia tidak berarti, penggunaan teknologi informasi dan komunikasi menjadi jamak dilakukan di ranah pendidikan. Tuntutan bagi guru untuk lebih menjadi fasilitator dan bukan hanya ‘juru transfer ilmu’ di eradigital mutlak memerlukan pengetahuan yang memadai tentang teknologi.
Guru yang memperkaya dirinya dengan berbagai kemampuan untuk memanfaatkan teknologi, akan mudah diterima dan mampu menginspirasi murid generasi kids zaman now yang juga gandrung akan teknologi. Guru dan murid ber ada dalam ‘frekuensi’ dan ‘bahasa’ yang sama. Maka guru berpeluang untuk menghadirkan moment of learning yang melekat dalam ingatan, menginspirasi dan mengubah hidup muridnya di masa depan.
Seperti ditegaskan Christensen, “Mungkin hanya ada satu hal yang tidak bisa digantikan pembelajaran daring, yaitu inspirasi dari para pengajar yang mampu mengubah hidup muridnya di masa depan.” Menginspirasi dan mengajarkan masa depan. Selamat Hari Guru!
Victor Yasadhana,Direktur Pendidikan Yayasan Sukma | Media Indonesia, 27 November 2017