Membangun Pembelajaran Kreatif
KEHIDUPAN pada era kini menuntut orang untuk selalu belajar dan memikirkan cara-cara baru dalam menghadapi persoalan kehidupan. Persoalan hidup yang ditemukan di lingkungan keluarga, masyarakat, atau bangsa semakin kompleks dan menuntut kita berpikir kreatif dan divergent dalam menyelesaikannya (Robert Sternberg: 2007, Caudeli: 2003, Hick: 2003, Cropley: 1997). Dalam merespons perkembangan kehidupan yang cepat (ilmu dan teknologi), Indonesia memerlukan pemikir-pemikir dan teknokrat kreatif.
Kreativitas merupakan ’kekayaan pribadi’ yang diwujudkan dalam sikap atau karakter, seperti fleksibel, terbuka, keinginan mencoba sesuatu, keteguhan, serta kemampuan menjabarkan gagasan dan kemampuan mengenal diri sendiri secara realistis (arafa nafsahu).
Semua karakter itu merupakan prasyarat untuk memunculkan kreativitas. Pengembangan kreativitas dalam kelas (pembelajaran) akan menghasilkan peserta didik kreatif yang umumnya memiliki kemampuan lebih tinggi dan tangguh jika dibandingkan dengan peserta didik lainnya. Kemampuan berpikir kreatif sebagai komponen kreativitas akan menghasilkan pembelajaran efektif atau lebih jauh mengembangkan daya nalar tinggi yang dapat digunakan untuk mengatasi persoalan pembelajaran.
Pengembangan potensi kreatif peserta didik akan menghasilkan superior learning. Peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir kreatif akan memiliki motivasi intrinsik yang tinggi dalam belajar dan memiliki daya dorong kuat, percaya diri, dan kemampuan berpikir tinggi. Juga pengembangan kemampuan berpikir divergent sebagai elemen kreatif akan memperbaiki sikap seseorang dalam belajar dan meningkatkan motivasi belajar atau cara yang ampuh mendorong seseorang belajar (Cropley: 1997, Fisher dan Williams: 2004).
Dengan kata lain, kreativitas memberikan kemampuan yang diperlukan untuk menghadapi kehidupan mendatang yang tidak menentu. Berpikir kreatif merupakan unsur penting untuk mewujudkan pembelajaran yang berhasil atau pendidikan bermutu dan keberhasilan dalam kehidupan (Fisher dan Williams: 2004).
Guru dan pimpinan sekolah kreatif
Guru dan pimpinan sekolah kreatif merupakan syarat untuk melahirkan pembelajaran kreatif. Guru kreatif ialah seorang yang menguasai keilmuan dan memiliki otonomi di kelas (pembelajaran).
Guru kreatif menetapkan tujuan, maksud, membangun kemampuan dasar, mendorong pencapaian pengetahuan tertentu, menstimulasi keingintahuan dan eksplorasi, membangun motivasi, mendorong percaya diri dan berani mengambil risiko. Lalu, fokus pada penguasaan ilmu dan kompetisi, mendukung pandangan positif, memberikan keseimbangan dan kesempatan memilih dan menemukan, serta mengembangkan pengelolaan diri (kemampuan atau keterampilan metakognitif), menyelenggarakan pembelajaran dengan menggunakan berbagai teknik dan strategi untuk menfasilitasi lahirnya tampilan kreatif, membangun lingkungan yang kondusif terhadap tumbuhnya kreativitas, dan mendorong imajinasi dan fantasi (Tan, Ai-Girl: 2007).
Guru kreatif akan memberikan inspirasi kreatif kepada peserta didik (Fisher: 2004), fleksibel, luas pangaweruh dalam menyajikan materi dan menemukan cara penyajikan kepada anak (peserta didik). Guru kreatif mampu membangun hubungan menyenangkan dan dengan konsisten mengembangkan berpikir divergent di kalangan muridnya.
Guru kreatif juga bersikap kritis dalam relasi dengan koleganya. Guru kreatif suka mengembangkan kritik terhadap dirinya, sikap dan perasaan tidak sepakat (kritis) terhadap sistem yang berlaku (Fisher dan Williams: 2004).
Guru kreatif memberikan bimbingan dan mengarahkan peserta didik kepada tujuan. Guru kreatif memilik sensitivitas dan kesadaran terhadap situasi. Guru kreatif melawan setiap sikap dan tindakan yang menghina atau mengecilkan peserta didiknya (Jeffrey dan Woods: 2003). Guru kreatif akan muncul di suatu lingkungan termasuk lingkungan sekolah manakala kepemimpinan pendidikan (sekolah) kreatif tumbuh.
Pemimpin sekolah yang kreatif akan memberikan peluang atau kebebasan dan restu kepada warga masyarakat sekolah (guru, peserta didik, staf) mengekspresikan kreativitas mereka. Pemimpin kreatif akan melibatkan berbagai pihak dalam dialog kreatif dan pembuatan keputusan kreatif. Pemimpin kreatif akan menjadi sumber inspirasi, memberi akses, waktu, sumber, dan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk melakukan eksperimen dan berbeda pandangan (konflik) (Fisher dan Williams: 2004).
Kurikulum dan pembelajaran
Kurikulum dirancang berdasarkan tema atau proyek kelas. Unit pembelajaran terdiri dari kegiatan pembelajaran berseri yang dirancang berdasarkan topik besaran yang melibatkan seluruh kelompok.
Topik ini mengandung unit area pembelajaran seperti membaca, matematik, sains, dan ilmu sosial, dan menyiapkan atau memberikan topik dan framework perencanaan kegiatan untuk anak didik. Anak didik secara keseluruhan mencoba mengalami (Mayesky: 2009).
Pembelajaran yang didasarkan kepada prinsip atau pandangan (differentiated instruction/DI) sebagai berikut: (A) Anak dalam usia sama memiliki perbedaan dalam beberapa hal, yaitu kesiapan belajar, minat, gaya belajar, dan pengalaman.
(B) Perbedaan itu memengaruhi apa yang perlu dipelajari anak didik dan tugas utama guru dan sekolah ialah memaksimalkan kemampuan setiap anak didik. (C) DI juga merupakan usaha perbaikan untuk mencapai mutu tinggi kurikulum dan pembelajaran, anak didik terlibat dalam menetapkan tujuan.
(D) Kurikulum mempunyai hubungan dengan pengalaman dan minat anak didik. Oleh sebab itu, DI dimaksudkan untuk memaksimalkan pertumbuhan anak dan membantu anak mencapai suatu kemajuan (Mayesky: 2009).
Wahana kreatif
Proses belajar semata tidak cukup untuk dapat membentuk dan menumbuhkembangkan sikap dan motivasi kreatif anak didik. Untuk itu, diperlukan sarana yang secara sinambung memelihara dan mempertahankan sikap dan motivasi anak didik berproses kreatif secara ajek.
Penciptaan wahana kreatif menjadi stimulan yang selalu hadir dan menggugah siswa untuk berkreasi. Guru memainkan peran sebagai sponsor kreativitas, yaitu guru melakukan kegiatan yang mendorong anak didik terlibat melalui pemberian hadiah terhadap suatu perilaku kreatif. Memberikan kesempatan untuk mencapai prestasi, menfasilitasi tumbuhnya kemampuan berpikir divergent dengan memberikan kesempatan anak didik mengomunikasikan ide mereka dan mengakui atau menghargai gagasan kreatif atau kemampuan berpikir divergent.
Guru memberikan kesempatan leluasa kepada anak didik untuk ‘bermain’ dengan masalah, material, dan ide atau menyuntik fantasi sebagai sumber ide. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan–melakukan science fair untuk mengenalkan mesin-mesin yang akan diproduksi atau dibutuhkan, mengorganisasi festival drama dengan tema-tema masa datang dan fantasi, atau menyuruh anak-anak didik mendeskripsikan kejadian historis yang bakal terjadi (Cropley: 1997).
Suasana kreatif dan penghargaan
Guna menciptakan wahana kreatif, di luar institusi sekolah diperlukan pula institusi lain yang merasa berkomitmen dan bertanggung jawab membangun suasana pendidikan kreatif bagi siswa.
Ajang lain yang tidak kalah penting ialah perlakuan konsisten berupa penghargaan, pengakuan, pujian, akan karya kreatif mereka. Siswa yang secara konsisten mendapatkan pengakuan dan penghargaan yang proporsional akan hasil karyanya, utamanya yang bernilai kreatif, merasa mendapatkan tempat akan prestasinya. Itu dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan konsep diri yang positif.
Selain itu, akan terbentuk sikap dan perilaku selalu ingin berkarya, sikap optimistis dan antusias bahwa ia bisa berprestasi dan prestasi itu diapresiasi secara terbuka. Walallahua’lam.