Guru dan Pedagogi Global
SAAT ini kita tengah menjalani kehidupan global dan berbagai implikasinya. GlobaliĀsasi merupakan proses interkoneksi penduduk dunia menjadi satu warga dunia (world citizen), proses percepatan internasionalisasi dari pelbagai dimensi kehidupan, serta terhubung melalui jaringan global. Keadaan seperti itu ialah berkat dari kemajuan teknologi informasi yang berpengaruh terhadap tatanan kehidupan, seperti ekonomi, politik, budaya, teknologi, dan pendidikan.
Dalam konteks pendidikan, arus global memberi pengaruh kuat terhadap kebijakan, praktik, dan kelembagaan pendidikan. Pendidikan dihadapkan kepada tuntutan, antara lain fleksibilitas dan adaptasi, misalnya, untuk menyahuti tuntutan dan kesempatan dunia kerja. Kegiatan kelas (pembelajaran) hendaknya memberi peserta didik bekal yang diperlukan untuk hidup berdampingan dengan mereka yang berlatar belakang sosiokultural, politik, ideologi, dan agama yang beragam.
Di sisi lain, pembelajaran membantu mengukuhkan a sense of identity dalam keragaman afiliasi pandangan, paham, atau ideologi (Burbules dan Torres: 2000). Kesemuanya muncul sebagai dorongan baru bagi ādunia pendidikanā untuk membenahi konsep, sistem, dan mutu pendidikan. Lembaga pendidikan seperti sekolah, perguruan tinggi termasuk pendidik, dituntut untuk meningkatkan kemampuan lebih dari hasil lembaga pendidikan (sekolah) yang telah diraih sebelumnya sehingga mereka dapat berperan dalam era sejagat (Carnoy: 1999).
Pembelajaran era global
Kita menyadari bahwa dunia persekolahan (pendidikan) harus responsif terhadap tuntutan kehidupan masa depan. Guru bertanggung jawab menyiapkan generasi muda menjadi seseorang yang percaya diri, siap, dan mampu memberikan kontribusi terhadap masyarakat, sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan mereka. Idealnya dunia pendidikan menjadi komunitas yang antisipatif, responsif terhadap keadaan yang muncul dalam kehidupan dunia yang generasi muda akan memasukinya.
Dengan kata lain, siapa pun yang hendak merancang sekolah atau proses pendidikan yang memenuhi kebutuhan mendatang harus mengkaji jenis sekolah atau model pendidikan yang ingin dibangun berdasarkan cita-cita dan kebutuhan ke depan (Beare: 2002).
Kurikulum global merupakan proses kajian terhadap interkoneksi, perspektif alternatif, dan perhatian terhadap persoalan global. Kurikulum global menyiapkan peserta didik dapat hidup dalam kehidupan dunia yang berinterkoneksi secara progresif yang nilai manusia, institusi, perilaku secara kontekstual dikaji melalui pedagogi yang dapat meningkatkan keterlibatan peserta didik secara kritis dalam kehidupan yang kompleks, dengan memanfaatkan atau memilih informasi yang melimpah ruah sebagai bahan untuk menentukan tindakan sosial (Gaudelli: 2003).
Pendidikan global memberi bekal peserta didik tentang; (a) kajian problem dan isu lintas budaya dan negara dan saling keterkaitan dengan dimensi kehidupan (budaya, ekonomi, lingkungan, politik, dan teknologi), (b) menanamkan pemahaman lintas budaya termasuk pengembangan keterampilan perspective taking, yaitu kemampuan melihat kehidupan dari pandangan orang lain (Khas: 2008; Hick: 2003).
Pendidikan global mengampanyekan perubahan cara pembelajaran yang tradisional, rote pedagogy/rote learning ke konsep dan model pembelajaran konstruktif dan multidisiplin (meaningful learning/deeper learning) atau generative learning, yaitu kemampuan peserta didik mentransfer apa yang dipelajari untuk memecahkan masalah-masalah baru atau merespons secara efektif situasi atau konteks baru (Pelligrino dan Hilton: 2012; Klimek, Ritzenhen, Sullivan: 2008; Fiorella, Mayer: 2015; Hermida: 2015).
Perubahan pemahaman pedagogi ini diperlukan untuk memberi peserta didik bekal keterampilan dan kemampuan (aptitude) yang diperlukan dalam kehidupan global, yaitu learning is self-motivated and directed; yang menekankan pada pemenuhan kebutuhan peserta didik dalam pelbagai dimensi, yaitu estetika, moral, emosi, fisik, spiritual, intelektualitas, dan membangun pengetahuan dalam proses pembelajaran, yaitu interaksi dinamis antara guru-pendidik, peserta didik, dan sumber informasi yang berlimpah ruah dalam kehidupan global (Gaudelli: 2003).
Pendidikan global memberi peluang terhadap keragaman perspektif dalam konteks materi ajar dan keragaman perspektif peserta didik. Untuk mendorong tumbuhnya berbagai perspektif, pendidikan global tidak hanya menekankan apa yang dipelajari, tetapi juga tentang bagaimana kita belajar (how we learn atau learn how to learn). Guru mengadvokasi pembelajaran berbasis peserta didik (learner centered learning), pendekatan interaktif, dan partisipatori (Khan: 2008). Dengan kata lain, pendidikan global tidak hanya membekali peserta didik pemahaman tentang dunia dengan keragaman budayanya dan kemampuan memahami isu yang dihadapi masyarakat global. Juga peserta didik tidak tergantung pada pengetahuan dan informasi yang diberikan guru/pendidik (Khan: 2008; Hick: 2003).
Oleh sebab itu, guru-pendidik harus mampu menanamkan pesan (kesadaran) yang terkandung dalam materi, seperti pemerataan, keadilan, menghargai hak-hak orang lain, kerja sama, dan saling ketergantungan. Guru-pendidik memberi peserta didik peluang membangun pengetahuan dan perspektifnya tentang topik atau area kajian.
Peserta didik harus dibekali dengan cara pandang atau orientasi baru (kurikulum) dengan tujuan-tujuannya, pertama, kesadaran perspektif atau pandangan dunia, yaitu kesadaran akan keragaman pandangan. Peserta didik (a) memperoleh kemampuan berpikir dalam model sistem (systemic or system thinking), (b) pemahaman tentang karakter dunia secara sistemis, dan (c) konsepsi menyeluruh tentang kemampuan dan potensi diri.
Kedua, kesadaran akan kelangsungan planet atau dunia. Peserta didik (a) memperoleh kesadaran dan pemahaman tentang kondisi global dan perkembangan serta kecenderungan global, (b) mengembangkan pemahaman tentang konsep keadilan, HAM, dan tanggung jawab, serta dapat menerapkan pemahaman secara global, dan (c) mengembangkan orientasi ke depan dalam refleksi tentang kelangsungan bumi atau dunia.
Ketiga, kesadaran lintas budaya, yaitu keragaman gagasan atau pemikiran dan praksis akan ditemukan dalam kehidupan. Peserta didik (a) memahami bahwa setiap orang atau kelompok memiliki pandangan dunia yang tidak sama atau berbeda, (b) mengembangkan keterbukaan terhadap cara pandang orang lain.
Keempat, pengetahuan tentang dinamika global bahwa dunia merupakan sistem yang berhubungan yang mengandung makna kesediaan dan kesiapan seseorang untuk berbagi. Peserta didik (a) memiliki kesadaran bahwa pilihan dan tindakan pribadi dan kolektif dapat memengaruhi dunia kini dan mendatang, (b) mengembangkan keterampilan bertindak politik dan sosial yang diperlukan dalam pengambilan keputusan secara demokratis pada tingkat akar rumput sampai tingkat global.
Kelima, process mindedness (berpikir berproses) merupakan kenyataan atau pilihan yang dihadapi manusia, yakni bahwa orang secara individu atau kelompok atau komunitas dihadapkan kepada persoalan dan harus membuat tindakan (penyelesaian) (Gaudelli: 2003). Peserta didik (a) belajar bahwa pembelajaran dan pengembangan diri merupakan perjalanan hidup yang berkesinambungan yang tidak pernah mencapai titik akhir, (b) selalu belajar dan menyadari bahwa perlu ada cara baru untuk melihat atau memahami dunia yang dinamis dan penuh risiko (Gaudelli: 2003; Hick: 2003). Untuk itu, guru-pendidik harus dibekali dengan gagasan tentang bagaimana mengajarkan dimensi global termasuk kemajemukan manusia yang merupakan ide pokok pendidikan global (Gaudelli: 2003).
Kepemimpinan pendidikan
Kepemimpinan sekolah merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pewujudan pendidikan bermutu. Pimpinan atau kepala sekolah merupakan agen perubahan. Keberhasilan upaya reformasi pendidikan dibuktikan pada tingkat sekolah atau kelas. Dinamika kehidupan melahirkan tuntutan untuk meningkatkan setiap diri dari masyarakat sekolah.
Keberhasilan dalam merespons perkembangan tersebut memerlukan pengetahuan yang dalam, pemahaman, skill, dan sikap yang kesemuanya akan membentuk kompetensi pemimpin. Seorang pemimpin memiliki kemampuan dan karakter yang diperlukan untuk melahirkan lulusan yang memiliki kemampuan akademik, sikap, dan nilai yang diperlukan dalam kehidupan abad ke-21 (era global). Seorang pemimpin yang baik memiliki keterampilan, kemampuan, dan karakter yang sangat baik.
Ia selalu menimbang atau memikirkan dampak perilakunya terhadap orang lain. Kemudian, memahami apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dikerjakan orang lain serta bagaimana hasilnya; mempertanyakan efektivitas dan inefektivitas dirinya (Khan: 2007) atau memiliki pemahaman baru tentang sistem kehidupan yang dinamis dan kemampuan menangani tantangan lingkungan yang kompleks (kepemimpinan generative) (Klimek, Ritzenhen, Sullivan: 2008). Kepemimpinan seperti itulah yang dibutuhkan bagi pendidikan yang baik di era global. Wallahualam.
Penulis: Fuad Fachruddin Divisi Penjaminan Mutu Pendidikan Yayasan Sukma
Pada: Senin, 18 Feb 2019, 00:30 WIB OPINI