Guru dan Gawe-Gawe Politik
Pendidikan sebagai politik
Pihak lain berpendapat bahwa pendidikan ialah politik. Juga guru (being) political atau aktor politik (Ginsburg, 2012: 8). Gawe-gawe pendidik di kelas atau di luar kelas merupakan gawe politik. Terdapat variasi pandangan dalam paham bahwa pendidikan itu politik, yaitu, pertama, pendidikan ialah politik atau political. Paham itu diinspirasi pemikiran ‘kiwari’ seperti Plato dan John Locke bahwa pendidikan adalah politik (to govern). Bagi kelompok itu, pendidikan dan politik ialah dua sisi mata uang yang sama. Pendapat itu berlaku kuat dalam tradisi (aliran) liberalisme dan demokrasi. Pendidikan, bagi kelompok itu, identik dengan memerintah (‘to educate is to govern and to govern is to educate’).
Manifestasi gawe politik guru
Guru dapat melakukan gawegawe politik dengan mengamalkan kemampuan profesional dalam dunia sekolah/ kelas atau di luar kelas. Pendidik dapat mengembangkan contoh dan perilaku demokratis dalam program-program yang melibatkan orang tua peserta didik dan masyarakat. Guru melakukan kajian dan mengembangkan kurikulum berdasarkan problem yang ditemukan dalam pembelajaran. Lalu, guru mengembangkan model pembelajaran yang dapat meningkatkan mutu pembelajaran sehingga meningkatkan mutu pendidikan di sekolah tempat dia bertugas. Apa yang dilakukan guru merupakan gawe-gawe politik. Guru membimbing murid, misalnya, melakukan penelitian air di sungai-sungai yang berada di sekitar sekolah.
Guru memberikan pendampingan kepada peserta didik mereka dalam mengumpulkan data dengan metodologi penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan. Guru membimbing peserta didik mengolah dan menganalisis data, membuat laporan. Peserta didik menyajikan di depan orangtua murid saat kegiatan pertemuan orangtua dan masyarakat, seperti hari kenaikan kelas, pembagian rapor, atau acara lain. Dengan kegiatan seperti ini, peserta didik menjadi terlatih untuk mengemukakan sesuatu berdasarkan data, mengkaji dan mengomunikasikan hasil penelitian kepada pihak lain. Peserta didik dapat memberikan jawaban terhadap audiensi secara artikulatif dan percaya diri.
Guru menciptakan suasana demokratis dalam menyelenggarakan pembelajaran. Misalnya, memberi bimbingan kepada peserta didik yang dapat mempunyai kemampuan belajar cepat dan atau peserta didik yang mengalami kesulitan (lambat) dalam pembelajaran. Peserta didik semua memperoleh bimbingan secara adil sehingga mereka semua dapat mencapai standar mutu.