Belajar Biodiversity di Museum Sejarah
Museum Lee Khong Chian merupakan salah satu destinasi yang kami kunjungi saat kegiatan school visit di Singapura. Lee Kong Chian Natural History Museum adalah museum sejarah alam yang dibuka secara resmi pada tanggal 18 April 2015. Museum ini berada di bawah naungan/asuhan National University of Singapore (NUS). Lee Kong Chian Natural History Museum memiliki kurang lebih 2000 koleksi yang dibangun pada lahan seluas 8500meter persegi. Terdapat 15 zona kehidupan di Bumi yang berfokus pada flora dan fauna khas Asia Tenggara. Di museum ini, kita juga dapat menelusuri sejarah kehidupan di Bumi dengan bagian berbeda yang dikhususkan untuk asal usul kehidupan dan semua cabang utama pohon kehidupan. Bagian lainnya adalah zona tematik yang didedikasikan untuk pengetahuan ilmiah, menjelajahi topik seperti bagaimana vertebrata darat berevolusi dari kehidupan di air, dan mengapa burung sebenarnya adalah ‘dinosaurus’.
Kunjungan ke museum ini tak hanya sekedar kunjungan untuk melihat dan mengamati. Siswa harus mengumpulkan data untuk digunakan saat mengerjakan tugas di masing-masing pelajaran. Ada 4 pelajaran yang berkolaborasi dalam kegiatan ini, yaitu pelajaran Kimia, Bahasa Indonesia, Geografi, dan PPKn. Tema besar yang kami pilih untuk kunjungan school visit ini yaitu “Climate Change & Biodiversity.” Di pelajaran bahasa Indonesia, siswa diberikan tugas untuk menuliskan teks eksplanasi. Teks eksplanasi merupakan sebuah teks yang membahas tentang proses bagaimana sebuah fenomena terjadi. Fenomena tersebut bisa merupakan fenomena alam maupun fenomena sosial. Sebelum keberangkatan ke Malaysia dan Singapura, saya membagi siswa menjadi kelompok-kelompok kecil untuk mengerjakan tugas di kegiatan school visit ini. Masing-masing kelompok juga sudah duduk berdiskusi untuk menentukan topik fenomena yang akan mereka pilih untuk ditulis ke dalam teks eksplanasi. Setiap kelompok memilih topik dan destinasi yang berbeda untuk mengumpulkan data.
Di museum ini, siswa dapat mengamati dan mencari data sebanyak mungkin terkait fenomena sejarah kehidupan di Bumi. Selain itu, siswa juga dapat melihat bagaimana keterkaitan antara climate change dengan biodiversity yang ditampilkan di museum. Apakah fenomena climate change memiliki pengaruh terhadap kelangsungan keanekaragaman hayati (biodiversity)? Setiap destinasi yang kami kunjungi akan menjadi tempat bagi siswa untuk mengumpulkan data dalam menyelesaikan tugas yang diberikan. Dan setiap tugas di masing-masing pelajaran akan dihubungkan tema besar kegiatan school visit ini, yaitu “Climate Change & Biodiversity.”
Sebelum masuk ke dalam museum, kami harus mengantri dan menunjukkan tiket masuk yang telah dipesan sebelumnya. Sesaat setelah melewati pintu masuk, pengunjung akan merasa seperti memasuki dunia Jurassic Park. Kami disambut olah replika tulang belulang dinosaurus yang berukuran sangat besar dan berdiri tegak. Ada banyak sekali replika tulang-belulang dinosaurus yang dipajang di bagian tengah museum. Semakin melangkahkan kaki menuju ke dalam museum, semakin banyak hal yang sangat menarik dan memanjakan mata. Suasana dan pencahayaan ruangan di dalam museum juga diatur sedemikian rupa sehingga perasaan memasuki dunia lain kentara terasa. Yang lebih menarik, keanekaragaman dipilah sesuai jenisnya dan terdapat di zona masing-masing. Di area manusia misalnya, kita bisa melihat dan membaca sejarah perkembangan homo sapiens, lengkap dengan replika perkembangan dan perubahan tengkorak bagian kepala dan tubuhnya. Begitu juga dengan area flora dan fauna. Mereka memiliki area tersendiri, lengkap dengan replika dan informasi detail yang bisa kita baca.
Sambil mengamati semua hal-hal menarik di dalam museum, saya juga mengamati apa yang dilakukan oleh siswa. Siswa-siswa berpencar ke beberapa area museum. Ada yang berfoto, merekam video, membaca penjelasan objek, bahkan ada beberapa siswa yang mengambil gambar dan mempotret setiap penjelasan yang ada di sekitar objek. Sepertinya hal itu dilakukan oleh siswa sebagai salah satu cara untuk mengumpulkan data. Memotret bagian-bagian informasi penting. Saya juga beberapa kali mendengarkan komentar spontan siswa tentang meseum ini. “Waaaww, kereenn!!”, “Kok bisa ya museumnya kayak gini bagus dan detail!”, dan komentar-komentar takjub lainnya. Mendengar hal tersebut saya merasa sangat senang karena artinya kami para guru tidak salah memilih destinasi kunjungan untuk siswa. Destinasi yang edukatif, unik, canggih, dan juga baru bagi siswa.
Di sela-sela pengamatan, ada 2 siswa yang menarik perhatian saya, Faiz Alkautsar, Rayyan dan Abil. Saya bertemu Faiz di area fauna darat. Faiz sedang sangat asyik melihat dan merekam objek menggunakan smart phonenya. Saya memantau Faiz sedikit lama. Ia terlihat sangat asyik mengamati fauna-fauna yang ada di sekitarnya. Terpancar rasa penasaran yang luar biasa di wajahnya. Tak lama kemudian, saya menghampiri Faiz dan bertanya apa yang membuat ia begitu asyik melihat dan merekam objek. Ternyata Faiz memang sangat senang dengan tertarik dengan jenis-jenis fauna. Kemudian di lantai dua, tepatnya di area bagian tubuh manusia. Saya bertemu Rayyan dan Abil yang baru saja keluar dari area tersebut. Kami bertegur sapa. Kemudian Rayyan dan Abil mengatakan pada saya yang baru akan masuk ke area tersebut. “Bu, keren kali bagian ini. Banyak replika organ dan bagian tubuh manusia!” Akhirnya, mereka ikut masuk kembali bersama saya ke area tersebut dan mereka menunjukkan beberapa objek keren pada saya.
Berkunjung ke museum ini memberikan pengalaman yang sangat luar biasa bagi saya. Dan saya yakin siswa akan merasakan hal yang sama. Museum ini sangat apik menyajikan dan menampilkan konsep biodiversity. Pembagian dan deskripsi tata letak serta spesimen sejarah alam disusun dengan sangat detail. Semua bagian di museum dilengkapi dengan aplikasi berbasis web yang memungkinkan kami sebagi pengunjung untuk mengetahui lebih lanjut tentang tanaman, hewan, atau fakta ilmiah tentang objek yang ingin kami ketahui lebih dalam. Semoga dengan melihat secara langsung bagaimana kaya keanekaragaman ini, siswa dan juga saya sendiri sebagai seorang guru, semakin mencintai alam dan semakin ingin menjaga kelestariannya. Tidak hanya manusia, tapi semua keanekaragaman di Bumi akan terkena dampak dari terjadinya perubahan iklim. Seperti yang dikemukakan oleh Harley, dkk. (2005) dan Duenas, dkk. (2021), perubahan iklim merupakan pemicu kunci menurunnya keanekaragaman hayati (biodiversity). Perubahan iklim dapat merombak distribusi dan jumlah biota laut maupun darat, serta mengancam ketahanan spesies, terutama spesies langka dan endemik.
“Biodiversity starts in the distant past and it points toward the future.” –Frans Lanting
Seperti kalimat dalam quotes di atas, “Keanekaragaman hayati dimulai di masa lalu namun poinnya ada di masa depan.” Artinya keanegaragaman hayati yang sudah ada sejak dulu kala, yang juga merupakan penyekong terbesar kehidupan manusia perlu untuk dijaga kelestariannya. Ketika Bumi rusak oleh perubahan iklim, kemudian berdapampak pada biodiversity, maka yang paling dirugikan juga adalah manusia. Jika bukan sekarang, kapan lagi? Dan jika bukan kita (manusia), siapa lagi?
Penulis : Suci Aulia Zahman, S. Pd., M. A. (Guru SMA Sukma Bangsa Lhokseumawe)