Agar Guru tidak Stres
MENJADI guru dengan segala sepak terjangnya menuntut berbagai hal yang harus dipenuhi. Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD) Pasal 14 dan 20 menyebutkan, dalam melaksanakan tugas mulia sebagai pendidik, guru memiliki segudang kewajiban, di antaranya merencanakan dan melaksanakan pembelajaran yang bermutu, menilai, dan mengĀevaluasi hasil pembelajaran demi tercapainya tujuan pembelajaran secara maksimal.
Guru dituntut terus mengembangkan, meningkatkan kapasitas, dan menguaĀlifikasi akademik seiring perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang pesat. Dalam melaksanakan tugasnya, guru juga harus bersifat objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan apa pun terhadap peserta didik. Selain itu, guru juga harus menjunjung tinggi undang-undang, hukum, kode etik profesi, dan berperan besar dalam memelihara serta memupuk persatuan bangsa.
Sebagai agen pembelajarĀan, guru harus memiliki kompetensi memadai untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Setidaknya ada empat kompetensi yang harus dimilki guru agar tugas profesional dapat ditunaikan dengan baik, yaitu pedagogis yang meliputi kemampuan merancang, melaksanakan, mengelola pembelajaran, dan mengevaluasi untuk pengembangan potensi peserta didik. Kompetensi personal (kepribadian) yang akan berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan peserta didik. Kompetensi personal dapat berupa kepribadian stabil, dewasa, arif, berwibawa, bijaksana, dan dapat menjadi teladan peserta didik.
Potensi stres
Begitu banyak tuntutan yang harus dipenuhi dan ditunaikan guru tentunya bukanlah hal yang mudah. Apalagi, posisi guru selain sebagai pendidik guru, juga mempunyai peran lain yang harus dilaksanakannya, seperti orang tua bagi anak-anaknya, suami atau istri bagi pasangannya, dan tentunya bagian dari masyarakat yang juga mempunyai perannya tersendiri. Hal itu tentunya menyita waktu, pikiran, dan pembagian perananan guru yang terkadang menimbulkan stres dan berakibat pada kualitas kerjanya sebagai pendidik.
Penelitian yang dilakukan dalam 10 tahun terakhir melalui metode survei membuktikan bahwa setidaknya terdapat 53% dari sampel 2.126 guru dari 6 daerah tingkat II di Jawa Barat dan 1 daerah tingkat II di luar Jawa mengalami stres, dari mulai tingkat ringan sampai berat. Hal itu berdampak terhadap mutu pembelajaran yang diampu seperti guru malas dan sering tidak mengajar dengan alasan sakit, sering marah dan mudah tersinggung, mengajar tidak serius dan asal-asalan, serta berbagai efek lain yang ditimbulkan (Dadi dan Daeng: 2013).
Munculnya stres pada guru bukan tanpa alasan. Pasalnya, berbagai tuntutan yang menuntut guru, dari segi kejiwaan (psychological) seperti rasa cemas terhadap tugas dan tanggung jawabnya disinyalir sebagai penyebab munculnya hal ini. Secara physical juga kerap menjadi pemicu stresnya guru seperti kelelahan yang berlebihan dalam mengajar dan menyelesaikan administrasi pembelajaran.
Guru juga terkadang mengalami tekanan dalam hal sosial akibat dari rendahnya hubungĀan sosial dengan pihak lain. Dilain sisi, finansial menjadi pemicu utama munculnya stres pada guru. Hal itu karena menjadi guru memiliki tanggung jawab yang sangat besar, tetapi masih belum memadai dari segi penghasilan. Masih banyak guru yang harus berĀkerja diluar tugas mengajarnya untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin pelik di masa ini.
Menanggulangi stres
Banyak hal dapat dilakukan guru dalam menunaikan kewajibannya agar tidak terbebani dan menimbulkan stres. Menguasai profesinya sebagai guru dan menentukan tujuan kerjanya dengan jelas merupakan langkah awal yang dapat ditempuh. Hal itu begitu penting mengingat penguasaan terhadap tugas dan tanggung jawab dengan baik dapat memberikan impak pembelajaran yang baik pula sehingga rasa mencintai pekerjaan akan muncul dan tidak akan menimbulkan kejenuhan yang berakibat kepada kualitas yang dihasilkan.
Mengelola waktu dengan bijak dan tepat juga hal yang perlu dilakukan guru. Ada begitu banyak tugas yang harus diselesaikan, maka gunakanlah skala prioritas dengan mengatur waktu yang tepat, dan hindari tuntutan kegiatan yang tidak produktif. Menyeimbangkan waktu kerja dengan waktu istirahat merupakan hal yang harus dilakukan.
Guru jangan memaksa menyibukkan diri dalam menyelesaikan pekerjaan namun mengabaikan waktu istirahat, tidur yang cukup (6-8 jam sehari) sangat diperlukan, dan juga mengonsumsi makanan yang seimbang serta olahraga paling tidak tiga kali dalam seminggu (Dadi dan Daeng: 2013).
Mencintai diri sendiri dengan cara menyeimbangkan rekreasi dan kerja merupakan langkah jitu menanggulangi stres pada guru. Dengan menghabiskan waktu dalam berekreasi bersama keluarga dapat memberikan ketenangĀan dan jauh dari tekanan kerja sehingga rasa stres dapat diminimalkan guru. Selanjutnya, jika stres masih berlanjut dan tidak dapat diatasi, menghubungi konseling merupakan solusi yang tepat agar stres dapat tertanggulangi dengan baik.
Penulis: Azwar Anas Guru Sekolah Sukma Bangsa Lhokseumawe
Pada: Senin, 29 Apr 2019, 06:15 WIB OPINI